Pekanbaru Riau Kota Terkorup

http://topaktual.blogspot.com/2010/11/pekanbaru-riau-kota-terkorup.html
Dari surveri TII yang dilakukan di 50 kota , Pekanbaru memiliki skor terendah 3,61. Adapun Bali tertinggi dengan skor (6,71) disusul Tegal ( 6,26), Surakarta (6,0). Belum lagi hilang pembicaraan survei TII, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memberikan nilai merah kepada Pemerintah Kota Pekanbaru atas integritas pelayanan publik, hari Kamis (18/11/2010). Pekanbaru menempati urutan ke 16 dari 22 kota yang disurvei dengan nilai 4,56. Surabaya mendapat nilai tertinggi 6,13 Aparat pelayanan publik Pekanbaru mendapat nilai sangat rendah dalam cara pandang terhadap korupsi hanya 3,85 dari nilai tertinggi 10. Adapun perilaku individu dan pencegahan korupsi mendapat nilai 5,43.
Penilaian itu tentu saja terkait dengan repotnya membuat kartu tanda penduduk di Pekanbaru. Tahun lalu, pengurusan KTP paling cepat diselesaikan dalam waktu 14 hari kerja. Apalagi bagi pendatang. Repot dan bertele-tele. Begitu juga urusan membuat surat izin usaha atau izin mendirikan bangunan.
Cap sebagai kota terkorup versi TII, menurut pengamat sosial kota Pekanbaru, Haris Jumadi, membuat sejumlah pejabat di Kota Bertuah itu seperti kebakaran jenggot. Hampir seluruh pejabat enggan atau menolak membicarakan masalah itu karena takut ikut dicap sebagai pejabat korup.
Dilihat dari fenomena pejabat Pekanbaru setelah rilis TII itu memang menunjukkan ketakutan luar biasa. TII dicap sebagai musuh. Sebenarnya kalau pejabat itu tidak korup, mereka tidak perlu resah. Namun sayang, survei itu tidak pernah ditanggapi serius pemerintah kota. Indeks Pekanbaru tahun 2008 nyaris tidak berubah sampai 2010.
Sementara itu, Tegal yang dulunya berada di level bawah, sekarang sudah berpindah ke atas, ujar Haris dalam seminar yang dilaksanakan TII di Pekanbaru awal pekan ini.
Haris, mantan anggota DPRD Riau dari Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan, selama ini persepsi korupsi di Pekanbaru memang dipandang sempit, sebagai perbuatan mengambil uang negara semata. Padahal, penyalahgunaan kekuasaan, meminta uang untuk pelayanan atau pemakaian kendaraan operasional untuk kepentingan pribadi sudah dikategorikan korupsi.
Hasil penelitian KPK tidak terbantahkan. Apalagi KPK melakukan pengujian dari sampel orang-orang yang sedang berurusan dengan pelayanan publik. Cap kurang berintegritas versi KPK itu semakin menguatkan survei TII, bahwa Pekanbaru memang pantas menyandang gelar kota terkorup.
Memang, cap kota korup itu bukan murni milik pemerintah kota Pekanbaru. Tri Radito, Kepala Bagian Pengawasan dan Evaluasi Pemberantasan Korupsi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara juga mengatakan, indeks korupsi versi TII bukan mutlak tanggungjawab pemerintah kota Pekanbaru.
"Mengingat sektor politik dan hukum juga korup. Namun birokrasi memang ujung tombaknya. Yang penting survei TII dapat menjadi dasar untuk perbaikan," ujar Tri.
Sekretaris Ruang Publik, sebuah lembaga pemerhati sosial di Pekanbaru, Haidir Anwar menyatakan, cap kota terkorup yang disandang Pekanbaru hanyalah salah satu bagian dari kota-kota korup yang ada di Provinsi Riau , namun tidak disurvei. Dengan kata lain, Riau adalah gudangnya korupsi. Riau adalah provinsi terkorup. Kalaupun Pekanbaru yang disorot, lebih disebabkan kota itu merupakan ibukota Provinsi Riau.
Pernyataan Haidir itu memang tidak terbantahkan. Begitu banyak contoh hebohnya pelaksanaan tender proyek pembangunan di Riau. Awal tahun 2010 ini, PT Telaga Mega Buana menggugat penitia lelang proyek pembangunan jalan Dinas PU Bina Marga Kabupaten Kampar. Menurut kuasa hukum PT TMB, Syamsul Rakan Chaniago (sekarang hakim agung adhoc tindak pidan a korupsi), kliennya melakukan penawaran terendah pada empat item proyek, namun seluruh proyek itu jatuh kepada penawar yang harganya jauh lebih tinggi. Syamsul menuding ada yang tidak beres pada pelaksanaan tender di Kampar.
April 2010, puluhan polisi be rsenjata lengkap berjaga-jaga di gedung Dinas PU Kabupaten Pelalawan mengawal proses lelang proyek. Kehadiran polisi disebabkan peserta lelang merasa takut, karena sejak pagi halaman dinas dipenuhi preman.
Juni 2010, lelang proyek Pasar Ikan Hygienis Ter padu Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, di Pekanbaru ricuh. Sekitar 10 orang pemuda berbadan tegap menghadang peserta lain yang akan menyerahkan dokumen tender kepada panitia lelang. Peserta yang dihalang-halangi melapor ke polisi dan aparat akhi rnya mengambil alih pengamanan lelang.
Juli 2010, lelang di Kantor Direktorat Jenderal Pajak kota Pekanbaru ricuh. Preman mengancam wartawan agar tidak meliput proses tender.Riki, anak Arwin AS, Bupati Siak, dijebloskan dalam tahanan setelah dituding menipu seorang kontraktor PT Anak Negeri. Riki menjanjikan akan memberikan sejumlah proyek di Siak asal sang kontraktor memberi uang pelicin Rp 1,5 miliar. Rupanya, setelah uang diterima, janji proyek tidak kunjung diberikan. Akhirnya Riki dilaporkan pada polisi.
Sudah menjadi rahasia umum, orang-orang dekat pejabat tinggi di Riau, menjadi pemegang kendali atas sejumlah proyek-proyek besar. Tanpa tangan -tangan lingkaran dalam itu, jangan harap proyek akan diperoleh. Tidak perlu repot menelitinya. Lihat saja proyek-proyek besar di Riau, pemenangnya boleh dikatakan perusahaan yang itu itu saja. Dia lagi dia lagi.
Sejumlah pengusaha Pekanbaru, dalam berbagai kesempatan dengan kompas.com mengatakan, di Riau ini pemenang proyek sudah ditentukan j auh hari sebelum tender dilaksanakan. Pelaksanaan tender lebih banyak formalitas belaka. Apalagi lelang pengadaan barang-barang khusus, spesifikasi barang yang dibuat panitia jelas-jelas mengarah pada satu produk yang sudah disepakati bersama antara panit ia dan rekanan.
Pantaslah apabila responden TII menyimpulkan Pekanbaru (baca : Riau) sebagai kota paling korup di Indonesia. Ironi. Cap Pekanbaru sebagai kota terbersih , peraih Piala Adipura selama enam tahun berturut-turut ternyata hanya artifisial luar saja. Bersih di luar namun busuk di dalam.